Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memiliki tugas berbeda di bidang perumahan. Selain itu, mereka juga memiliki program untuk 3 juta keluarga setiap tahunnya. Rencana tersebut mencakup pembangunan 1 juta rumah di perkotaan dan 2 juta rumah di pedesaan. Untuk melaksanakan program ini banyak hal yang harus diperhatikan agar tidak hanya sekedar program saja. Menurut Presiden Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, ada beberapa kegiatan di sektor real estate yang perlu diselesaikan karena sudah lama tidak ada ‘leader’ yang fokus di sektor a. Pertama, soal anggaran perumahan yang hanya sebagian kecil dari APBN. Dibandingkan anggaran kesehatan dan pendidikan, anggaran perumahan tergolong kecil, hanya sekitar 1%, sedangkan kesehatan 5% dan pendidikan 20% APBN. Ia meyakini anggaran perumahan akan ditingkatkan, apalagi sektor perumahan menjadi salah satu hal yang mendapat perhatian pemerintah baru melalui program tiga juta unit rumah per tahun. “Ini harus diselesaikan dengan anggaran penuh,” ujarnya kepada Detikcom, Jumat (101/11/2024). time informasi
Untuk memiliki anggaran yang memadai, kata Ali, bisa dimulai dengan meningkatkan porsi sektor perumahan dalam APBN dan memiliki dana untuk menyediakan perumahan. “Ada Tapera, tapi masih kontroversial dan harus diselesaikan karena bisa menambah sumber pendapatan perumahan,” imbuhnya. Permasalahan selanjutnya berkaitan dengan tanah. Permasalahan pertanahan ini sangat penting khususnya untuk pembangunan rumah, sehingga perlu adanya suatu organisasi khusus yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lahan untuk perumahan. “Cadangan lahan ada tapi belum cukup baik untuk perumahan, saya melihat kalau cadangan lahan bisa ditata, fokusnya pada infrastruktur konservasi lahan. Katanya, “Kami meminta cadangan tanah yang benar-benar disiapkan untuk perumahan.”
Ketiga, ada Badan Percepatan Penyediaan Perumahan (BP3) yang perlu ditingkatkan. Karena sejauh ini masih berfungsi sama sekali.
“Nanti kalau dari sisi kelembagaan tidak ada lahan di rumah, BP3, BP Tapera, Kementerian Perumahan Rakyat akan bekerja keras karena sebenarnya lembaga itu sudah ada, tapi dari segi pelaksanaannya tidak bisa — Itu tidak baik, dan ini harus didorong karena sektor perumahan di Indonesia sudah tertinggal,” ujarnya. Program sekitar tiga juta rumah per tahun
Menurut dia, program perumahan 3 juta yang diusung Prabowo yang membuatnya melambat hanya untuk 1 juta rumah di pedesaan, sedangkan program 2 juta rumah di pedesaan untuk mengentaskan kemiskinan.time informasi
“Tapi dua juta rumah yang tidak layak huni juga butuh anggaran. Kalau kita lihat 2 juta per tahun, seharusnya 29,45 juta dicatat di RTLH. Mau 2 juta, mau 3 juta? Itu tergantung pada anggaran. Ini pertanyaan anggaran. “Tetapi kalau kita melihat latar belakang pengentasan kemiskinan di pedesaan saat ini, sangat bagus asalkan anggarannya siap,” kata Ali.
Untuk dua juta rumah di pedesaan, kata Ali, jangan membebani APBN lagi. Misalnya saja melalui program CSR perusahaan atau pengembang.
Perencana kota Nirwono Yoga mengatakan program pembangunan tiga juta rumah setiap tahunnya sangat bagus. Namun ada hal yang perlu diingat bahwa membangun rumah tidak hanya sekedar untuk menciptakan rumah saja, namun juga memiliki nilai manfaat lainnya.
Misalnya saja membangun dua juta rumah di pedesaan. Yoga mengatakan, hal ini memerlukan pendekatan baru, antara lain dengan membangun rumah adat dibandingkan membangun bangunan yang biasanya terbuat dari besi, batu bata, baja dan lain-lain.
“Kami memiliki kota berbeda di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, hingga Nusa Tenggara dan Bali. Bagi saya, ini punya potensi tersendiri jika pendekatannya berbeda. Jika ini memang contoh rumah desa, maka yang terjadi adalah peluang bagus bagi Indonesia untuk mendata rumah adat. “Jadi jangan melakukan hal-hal yang datar kepada mereka,” ujarnya kepada detikcom.
Penggunaan cara ini dapat membawa manfaat yang berbeda bagi desa dan warganya. Beberapa diantaranya terkait aspek sosial, ekonomi, pariwisata bahkan lingkungan hidup.
\”Melalui rumah adat kita kembalikan budaya lokal dimana pekerja adalah pekerja lokal. Warga lokal yang membangun rumah mendapat uang dari pemerintah dengan bantuan teman-teman universitas, misalnya contoh cara membangun rumah yang bagus, namun tampilannya tidak bagus. Rumahnya harus tradisional, itu berasal dari lingkungan sekitar,” ujarnya. Di masyarakat, masyarakat yang tinggal di sekitar bisa mendapatkan pekerjaan melalui proyek ini karena mereka terlihat memahami dengan baik struktur rumah adat. Dengan kata lain, warga tidak hanya menjadi penonton, namun ikut serta dalam pembangunan wilayahnya. Selain itu, dapat mendorong ekonomi sirkular di kawasan. Mulai dari penyediaan jasa lokal, ada warga yang membantu konsumsi, dan ada pula yang mendukung pergerakan perekonomian daerah sekitar. “Dari segi lingkungan, jika kita menggunakan material lokal sesuai dengan bangunan tradisionalnya, maka harus ramah lingkungan. Apalagi jika kita berbicara tentang jejak karbon. Bangunan harus terbuat dari batu bata, ubin, keramik, jangan lupa kalau kita bawa keluar ada jejak karbonnya. “Lingkungannya sangat berbeda,” jelasnya. Yoga menambahkan, jika menggunakan bahan alami untuk membangun rumah, misalnya bambu, rumput, dan lain-lain, maka masyarakat yang tinggal di sekitarnya akan segera menanam kembali pohon yang telah dikumpulkannya. Dalam beberapa tahun, pohon-pohon baru akan tumbuh sehingga dukungan dapat terus berlanjut. Selain itu, kawasan dengan bangunan tradisional dapat mengundang wisatawan untuk menciptakan destinasi wisata baru.
“Ada juga komunitas yang baik, misalnya bangunan tempat tinggal tradisional dibangun kembali menjadi fasilitas kesehatan yang lebih baik, namun menjadi tempat baru bagi kawasan tersebut. “Masyarakat bisa menikmati suasana rumah setempat, makanan lokalnya, yang akan bertahan lama setelah program pembangunan gedung tersebut,” jelasnya.
Sedangkan di kawasan residensial, Yoga menawarkan rumah berdiri bebas yang dibangun tidak hanya untuk membangun rumah tetapi juga kehidupan. Salah satu pembangunan besar adalah pembangunan gedung-gedung di atas gedung milik pemerintah, misalnya pasar, fasilitas kesehatan, sekolah, dan kantor kecamatan/kabupaten.
“Dalam hal ini kalau kita bangun rumah misalnya kita bicara lantai 1 sampai 3, fungsi utamanya adalah bangunan pertama, misalnya penjualan, lantai 1 sampai 3 untuk penjualan, maka lantai 4 .-5 akan dijadikan co-working space bagi warga, maka lantai 6-20 akan dijadikan contoh bagi (penghuni),” jelasnya. Dengan demikian, pemerintahan baru memecahkan banyak masalah seperti sewa, pekerjaan dan perumahan. Dengan disewakan, penghuni bisa meningkatkan aktivitasnya di lingkungan sekitar. Misalnya, jika seorang penghuni rumah gemar memasak dan memiliki usaha katering, maka ia bisa mendirikan pasar pangan di dalam rumah untuk memberi makan penghuni rumah tersebut.time informasi
“Sebenarnya kalau kita mau rumah kampung atau rumah kampung, jangan sampai angka 3 jutaan, tapi nilai tambahnya akan ada kemajuan seperti itu,” kata Yoga. Untuk memudahkan pengerjaan program tersebut, Yoga mengusulkan untuk menggabungkan Kementerian Perumahan Rakyat, Perkotaan, dan Perdesaan menjadi satu. Hal itu juga dilakukan untuk menghindari biaya departemen saat mengerjakan program tiga juta rumah. “Saya ingin sekali menambah Kementerian Desa, Perkotaan, dan Perumahan Rakyat. Kenapa? “Karena keduanya (perdesaan dan perkotaan) termasuk kawasan pemukiman, maka itu adalah dua hal yang berbeda, namun akan lebih jelas arahnya jika menjadi satu misi,”time informasi
Baca juga :
Leave a Reply